Postingan

Sarkofagus NAGARI LANGIT BANJARNAHOR

Sarkofagus merupakan peti mati kuno yang terbuat dari batu. Diperkirakan sarkofagus ini berusia 700 tahun. Kubur batu ini berlokasi di Desa Parsingguran I, Kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan, menjadi makam salah satu keturunan Naipospos dari klan Marbun Banjarnahor bernama NAGARI LANGIT. Dirunut dalam silsilah marga, maka Nagari Langit adalah generasi keempat marga Banjarnahor. Dalam catatan silsilah, Banjarnahor memiliki dua orang putra yakni Gurdung Malela (Homban Julu) dan Atas Barita (Homban Solotan). Lalu, Atas Barita memiliki tiga orang putra yaitu: Pande Bosi, Raja Niapul, dan Badia Raja. Selanjutnya, Pande Bosi mempunyai tiga orang putra, yakni: Guru Sobaloson, Nagari Langit, dan Pangona Begu. Sumber video : https://www.tiktok.com/@golongan_itam

NAIPOSPOS HUTAURUK DI HARIARA SIMANGGULE

Gambar
Batu Partanda Partangiangan Pomparan ni Ompu Raja Nasumurung Naipospos Hutauruk di Hariara Simanggule, Lumban Bagasan, Laguboti, Toba, taon 1989.  Ompu Raja Nasumurung adalah putra ketiga Donda Ujung (Hutauruk). Keturunan Ompu Raja Nasumurung tersebar di beberapa perkampungan yang ada di Laguboti dan umumnya memakai marga Naipospos. Lalu, jika Donda Ujung (Hutauruk) adalah putra Toga Sipoholon (Martuasame), mengapa keturunan Ompu Raja Nasumurung tidak memakai marga Sipoholon atau marga Martuasame di Laguboti? Bahkan di batu partanda partangiangan dituliskan Naipospos Hutauruk, bukan Sipoholon Hutauruk. Mari kita bandingkan dengan Banjarnahor yang menyebut diri Marbun Banjarnahor, bukan Naipospos Banjarnahor.

MARGA KETURUNAN NAIPOSPOS DI SUKU KARO

Gambar
Berbeda dengan sistem tarombo Batak yang pada umumnya lebih mengutamakan pendekatan garis hubungan darah, lembaga adat masyarakat Karo menetapkan pembagian marga-marga suku Karo dalam lima kelompok marga besar yang disebut dengan MERGA SILIMA . Dalam penelusuran sejarah keturunan Naipospos, belum ada ditemukan para nenek moyang generasi awal keturunan Naipospos yang merantau ke Tanah Karo dan membentuk suatu marga diangkat menjadi bagian resmi masyarakat adat Karo. Jika ini memang benar-benar pernah terjadi, pasti keturunan Naipospos tersebut akan membentuk suatu perkampungan di Tanah Karo yang namanya mirip dengan identitas yang dipakai dulu di daerah asal sebagai pertanda kelak bagi keturunannya. Namun dalam zaman sekarang sering terjadi interaksi antara keturunan Naipospos dengan masyarakat Karo termasuk dalam hubungan perkawinan. Sering menjadi pertanyaan, dimasukkan ke dalam kelompok marga manakah sebaiknya keturunan Naipospos? Dari salah satu merga silima, ada suatu anggapan bahw

ASAL MULA NAMA SIPOHOLON

Gambar
Menurut penuturan masyarakat asli yang bermukim di daerah Sipoholon, mengatakan bahwa nama daerah Sipoholon berasal dari sebuah kata dalam bahasa Batak yakni sipohulon . Dalam bahasa Indonesia berarti yang diremas. Konon, daerah Sipoholon pada zaman dahulu dikenal sebagai daerah penghasil periuk yang terbuat dari tanah liat, atau dalam bahasa Batak dikenal dengan istilah hudon tano . Dalam proses pembuatannya, tanah yang ada di daerah Sipoholon sekarang diremas (dipohuli) hingga terbentuk hudon tano. Oleh karena itulah, maka disebut tanah Sipohulon . Seiring perkembangan pengucapan, tanah Sipohulon disebut dengan nama Sipoholon hingga sekarang.

HUBUNGAN KETURUNAN NAIPOSPOS DENGAN SIHOTANG

Gambar
Tak bisa kita pungkiri bahwa secara historis, Marbun lah yang membentuk perjanjian khusus (padan) untuk tidak saling kawin dengan keturunan Sihotang. Tidak pernah si Raja Naipospos, termasuk Donda Hopol (Sibagariang), Donda Ujung (Hutauruk), Ujung Tinumpak (Simanungkalit), maupun Jamita Mangaraja (Situmeang) membuat suatu padan dengan Sigodang Ulu (Sihotang). Jika kita perhatikan dalam pesta marga Sibagariang, Hutauruk, Simanungkalit, dan Situmeang, tidak pernah menyerukan marga Sihotang sebagai dongan padan. Seruan ini hanya dilakukan dalam pesta keturunan Marbun. Demikian juga dalam pesta keturunan Sihotang hanya menyerukan marga Marbun sebagai dongan padan. Namun, bagaimana jika saat ini marga Sibagariang, Hutauruk, Simanungkalit, dan Situmeang juga menganggap keturunan Sihotang sebagai saudara atau dongan padan yang tidak boleh saling kawin (masiolian)? Apakah salah dan tidak boleh?? Seandainya seorang marga Situmeang menikah dengan boru Sihotang. Apakah yang menjadi sapaan seoran

RAJA NAIPOSPOS atau TOGA NAIPOSPOS?

Gambar
Mari kita hentikan perdebatan untuk mengetahui mana yang benar dan salah antara penyebutan Raja Naipospos dan Toga Naipospos. Mari berpikir sejenak, ketika nenek moyang kita Naipospos baru lahir, apakah dia langsung disebut raja atau toga? Menurut legenda, Naipospos berasal dari kata "na ipos iposon" artinya memiliki bekas luka koreng pada kulit. Jika kita sepakat bahwa Naipospos tidak serta merta dipanggil raja atau toga saat baru lahir, maka satu-satunya rujukan kita adalah penyebutan yang lumrah di bona pasogit asal mula Naipospos. Di Sipoholon sendiri, nama jalan raya lintas penghubung dari Sipoholon menuju Tarutung diberi nama Jalan Raja Naipospos. Mengapa tidak diberi nama Jalan Toga Naipospos saja? Berarti ada indikasi bahwa penyebutan yang lumrah di bona pasogit adalah Raja Naipospos dan bukan Toga Naipospos. Sekali lagi ini bukan masalah mana yang benar dan salah, melainkan sebutan yang lumrah di bona pasogit asal mula keturunan Naipospos. Gambar Kantor Pos Sipoholo

DAERAH MANA PUSAT PUNGUAN MARGA?

Gambar
Bukan hanya di kalangan marga-marga Naipospos, juga di kalangan marga-marga Batak lainnya, ada kesan menganggap bahwa punguan marga yang terbentuk di Jakarta adalah PUSAT PUNGUAN. Meskipun saat ini ibukota negara Arab Saudi adalah Riyadh, namun pusat kiblat agama Islam adalah Mekkah. Meskipun ibukota Provinsi Sumatera Utara adalah Medan, namun kantor pusat Huria Kristen Batak Protestan adalah Pearaja Tarutung. Demikian pula pusat Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa berada di New York, dan bukan di Washington, D. C. ibukota Amerika Serikat. Lalu, apakah karena ibukota negara Indonesia adalah Jakarta maka Punguan Naipospos yang di Jakarta disebut Punguan Naipospos Pusat? Jika suatu saat nanti ibukota negara dipindahkan ke Kalimantan, apakah punguan Naipospos yang berada di Jakarta, tetap disebut Punguan Naipospos Pusat?